Naik Joli ke Bogor

10/12/2015 08:16:00 AM
Naik Joli ke Bogor - Bogor saat ini sepertinya sudah menyatu dengan Jakarta. Angkutan umum dari Jakarta menuju Bogor atau sebaliknya tidak pernah henti selama 24 jam nonstop. Dalam sehari puluhan kali KRL pulang pergi mengangkut penumpang yang berjubelan. Sebelum dibuka jalur kereta api  di tahun 1873, mereka yang ingin pergi ke Bogor harus berpikir dua kali. Malahan sampai pertengahan 1950-an, hanya ada satu jalan kereta api ke Bogor melalui Cibinong. Angkutan didominasi oleh ‘oplet', yang harus tersendat-sendat karena jalan rayanya hanya dua jalur. Jalan raya Ciputat – Parung – Bogor, kala itu masih jalan tanah.

Jalan raya Jakarta – Bogor yang berjarak 60 km dibangun oleh gubernur jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811). Ia juga yang membangun Istana Bogor alias Buitenzorg alias ‘Sains Souci’ terletak disebuah perbatasan perkebunan kopi yang namanya sama. Dikabarkan, Daendels pergi ke Bogor dengan menaiki kereta yang ditarik 30 ekor kuda,  agar setiap saat siap menghadapi lumpur di kota hujan ini.

Untuk masyarakat awam pergi ke Bogor menggunakan kahar, sejenis pedati yang ditarik dua ekor kuda. Kahar mampu membawa empat orang penumpang. Biaya untuk membawa sampai Bogor 12,5 gulden. Ongkos ini cukup mahal bila diingat harga beras 3,5 sen per kg. Jadi, biayanya kurang lebih harga 300 kg beras! Atau bisa juga naik perahu menuju Bogor.


Kalau bepergian sendirian, bisa menyewa joli. Joli ini adalah tandu yang dipikul empat orang. Dua orang pemikul di depan, dua orang di belakang. Naik joli membutuhkan waktu lebih lama dari waktu tempuh dengan naik kahar yaitu mencapai 8 – 10 jam. Apalagi jalan Jakarta – Bogor kala itu masih sunyi. Jarang ditemui warung atau rumah makan ditengah jalan. Jadi mereka yang bepergian harus membawa sendir bekal makanan dan minuman yang cukup banyak.

Tidak jelas berapa ongkos angkut ke Bogor dengan joli. Sejauh ini tidak ada laporan terjadi perampokan atau kejahatan ditengah perjalanan. Bepergian ke Bogor, baik melalui kahar atau joli kala itu dari pusat kota Batavia, yaitu dari Jl Pos atau Grote Postweg depan gedung Museum Sejarah DKI Jalan Fatahila, dekat stasion KA Kota. Di tempat inilah biasanya para sais kahar dan kuli angkut ngetem menunggu penumpang.


Pada masa Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles (1811 – 1815), sangat menyenangi kota hujan ini. Raffles berjasa dalam membangun Kebun Raya Bogor, yang letaknya bersebelahan dengan istana Buitenzorg. Malahan istri pertamanya, Olivia Miriamne, dimakamkan di Kebon Raya. Pendiri kota Singapura ini, selama empat tahun pemerintahannya di Nusantara, beliau jarang berada di Batavia. Raffles lebih banyak berada di lingkungan Istana Bogor yang dibangun Daendels. Ia mengadakan perjalanan dari Batavia ke Buitenzorg dengan kereta kebesarannya yang ditarik delapan ekor kuda. Ia juga sering tinggal di Istana Cipanas. Di kedua istana ini, Raffles sering berpesta-pora dengan jamuan mewah dan banjir sampanye.  (Berita Bogor)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »